Jakarta – Polemik mengenai tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mencapai titik balik. Setelah gelombang kritik keras dari publik yang berujung pada demonstrasi besar-besaran di berbagai wilayah Indonesia, kini seluruh delapan fraksi DPR sepakat untuk mengevaluasi dan meninjau ulang fasilitas serta tunjangan fantastis yang selama ini mereka nikmati.
Langkah ini disampaikan secara terbuka pada Sabtu (30/8) hingga Minggu (31/8/2025), menyusul derasnya sorotan publik terhadap berbagai fasilitas yang dinilai berlebihan. Sorotan paling tajam muncul pada tunjangan rumah anggota DPR sebesar Rp 50 juta per bulan, angka yang langsung memantik amarah rakyat karena dianggap jauh dari nilai kepatutan, terlebih di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih berat.
PDIP: Hentikan Segala Fasilitas di Luar Batas Kepatutan
Fraksi PDI Perjuangan menjadi salah satu yang paling tegas. Ketua Banggar DPR sekaligus Anggota DPR Fraksi PDIP, Said Abdullah, menyatakan pihaknya mendukung penuh penghentian tunjangan rumah dan fasilitas lain yang dianggap tidak wajar.
Menurutnya, anggota DPR harus kembali pada nilai-nilai etik, empati, dan simpati kepada rakyat.
“Kami meminta untuk dihentikan tunjangan perumahan terhadap anggota DPR serta fasilitas lain di luar batas kepatutan. Semua ini menjadi pelajaran besar bagi kami ke depan,” ujar Said.
Gerindra: Stop Tunjangan, Stop Kunker Luar Negeri
Fraksi Gerindra melalui Ketua Fraksinya Budisatrio Djiwandono juga menyatakan sikap tegas. Selain setuju evaluasi total tunjangan DPR, ia melarang seluruh kader Gerindra di DPR untuk melakukan kunjungan kerja (kunker) ke luar negeri.
“Kami mendengar keluhan masyarakat. Untuk itu, tunjangan yang mencederai rasa keadilan rakyat harus ditinjau ulang bahkan dihentikan,” tegas Budisatrio.
Ia menambahkan, anggota fraksi harus tetap berada di Indonesia untuk turun langsung mendengar aspirasi rakyat, bukan justru meninggalkan negeri di tengah krisis kepercayaan.
Golkar: Evaluasi Wajib, Sikap Anggota Harus Dijaga
Fraksi Golkar juga menyatakan kesiapan penuh. Ketua Fraksi Golkar Muhammad Sarmuji menyebut evaluasi tunjangan sudah selayaknya dilakukan. Namun, ia juga menekankan pentingnya sikap rendah hati dari anggota DPR.
“Kami siap dievaluasi, bahkan fasilitas direvisi bila dianggap berlebihan. Tapi yang lebih penting, semua anggota DPR harus menjaga sikap dan mengukur kepatutan diri di depan publik,” ujarnya.
PKB: Evaluasi Tunjangan = Tingkatkan Kinerja
Sekretaris Fraksi PKB Jazilul Fawaid menggarisbawahi bahwa evaluasi tunjangan harus dibarengi dengan peningkatan kinerja nyata.
“Kami setuju evaluasi tunjangan, tapi jangan berhenti di situ. Kinerja anggota DPR harus lebih baik, jika tidak, akan ada tindakan tegas,” katanya.
Demokrat: Minta Maaf, Siap Dikritik Publik
Fraksi Partai Demokrat lewat ketuanya Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) bahkan meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat.
“Kami siap dikritisi, siap dievaluasi, dan tetap menjadi bagian dari aspirasi rakyat. Atas nama fraksi dan anggota DPR, saya meminta maaf,” ujar Ibas.
Demokrat menegaskan pentingnya introspeksi dan kontemplasi, agar isu tunjangan ini menjadi momentum perubahan.
PKS: Dukung Peniadaan Tunjangan Rumah
PKS juga bersuara tegas. Sekjen PKS M. Kholid menegaskan dukungan penuh terhadap peniadaan tunjangan rumah dinas DPR.
“Ini selaras dengan visi Presiden Prabowo Subianto: APBN harus efektif, efisien, dan berpihak pada rakyat. Tunjangan rumah DPR sebaiknya dihapus,” ujarnya.
NasDem: Tunjangan Harus Dikembalikan ke Rakyat
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi NasDem, Ahmad Sahroni, mengaku sejak awal dirinya sudah menyerahkan gaji dan tunjangannya kembali ke masyarakat. Ia berharap anggota lain bisa mengikuti langkah serupa.
“Untuk saya pribadi, semua gaji dan tunjangan selalu saya berikan kembali ke masyarakat. Itu wajib,” tegas Sahroni.
PAN: Evaluasi Transparan, Hidup Sederhana
Dari Fraksi PAN, Putri Zulkifli Hasan menyatakan evaluasi harus dilakukan secara transparan dan berkelanjutan.
“Evaluasi ini bagian dari upaya perbaikan. Fraksi PAN siap mengedepankan kesederhanaan, bukan hanya gaya hidup, tapi juga kesadaran bahwa semua fasilitas adalah titipan rakyat,” ujarnya.
Publik Tunggu Aksi Nyata, Bukan Janji Kosong
Meski delapan fraksi sudah menyatakan sepakat, publik kini menaruh perhatian besar pada realisasi komitmen tersebut. Demonstrasi di berbagai kota beberapa hari terakhir membuktikan bahwa kepercayaan rakyat kepada DPR berada di titik rawan.
Apakah janji evaluasi ini akan benar-benar diwujudkan dalam bentuk kebijakan nyata, atau sekadar pernyataan politik untuk meredam amarah publik?
Rakyat masih menunggu.