Setya Novanto Bebas Bersyarat, Isyarat Mundurnya Agenda Antikorupsi?

Mantan Ketua DPR RI sekaligus terpidana korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, resmi menghirup udara bebas setelah mendapatkan program pembebasan bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Keputusan yang diumumkan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan ini langsung menuai gelombang kritik dari pegiat antikorupsi.

Kritik dari Aktivis Antikorupsi

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kebebasan Setnov merupakan “kemunduran nyata dalam agenda pemberantasan korupsi”.

Senada dengan itu, Alvin Nicola dari Transparency International Indonesia menyebut langkah pemerintah memberi keringanan pada koruptor kelas kakap sebagai preseden buruk.

“Pesan yang muncul jelas: koruptor besar tetap bisa mendapat perlakuan istimewa, meskipun telah merugikan negara hingga triliunan rupiah,” ujar Alvin kepada BBC News Indonesia (18/08).

Ia menambahkan, meski Setnov sudah melunasi uang pengganti, dampak sosial dari praktik korupsi yang dilakukan tidak pernah benar-benar bisa dihapuskan. “Efek jera makin kabur. Padahal korupsi adalah kejahatan luar biasa,” tegasnya.

Celah Hukum dan Remisi

Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan menjelaskan, kebebasan Setnov didasarkan pada putusan Peninjauan Kembali (PK) yang dikabulkan Mahkamah Agung.

PK ini, menurut Alvin, merupakan salah satu celah hukum yang sering dimanfaatkan figur berpengaruh untuk mengurangi beban hukuman. Selain itu, perubahan regulasi terkait pemberian remisi juga membuka jalan bagi Setnov untuk segera mengajukan bebas bersyarat.

Sejak 2023, Setnov menerima beberapa kali remisi: 30 hari saat Lebaran 2023 dan 2024, serta 90 hari pada HUT ke-78 RI. Puncaknya, putusan PK Mahkamah Agung pada Juni 2025 mengurangi vonisnya dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan.

Dengan pemotongan tersebut, Setnov dianggap telah memenuhi syarat bebas bersyarat karena telah menjalani dua pertiga masa hukuman.

Status Politik dan Wajib Lapor

Kementerian Pemasyarakatan menegaskan, meskipun bebas bersyarat, Setnov belum bisa kembali ke panggung politik. Ia diwajibkan melapor hingga 1 April 2029. Hak politiknya baru akan pulih setelah masa wajib lapor berakhir dan ia dinyatakan bebas murni.

Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Sarmuji, pun belum dapat memastikan apakah Setnov akan kembali aktif di partai. “Beliau butuh waktu beradaptasi dulu. Untuk saat ini, biarkan menikmati kehidupan bebas tanpa beban,” ujarnya.

Latar Belakang Kasus

Pada April 2018, Setya Novanto divonis bersalah dalam mega korupsi e-KTP yang merugikan negara Rp2,3 triliun. Ia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, denda Rp500 juta, serta kewajiban membayar uang pengganti US$7,3 juta (dikurangi Rp5 miliar yang sebelumnya dititipkan ke KPK). Hak politiknya juga dicabut selama lima tahun.

Namun, perjalanan hukum Setnov menunjukkan bahwa berbagai celah regulasi — mulai dari remisi hingga pembatalan aturan ketat pemberian remisi oleh Mahkamah Agung pada 2021 — memuluskan jalannya untuk keluar lebih cepat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *